
Minggu ini 2 kabar duka dikabari, hari minggu lalu 19/10 mama sahabat dan saudra karib Riki di Simabur Batu Sangkar
dan hari ini (24/10) papa angkat, ayah sahabat dan saudara seperjuangan, salapiak sakatiduran, Okie Destav juga berpulang di Padang Panjang..
Innalillahiwaina ilaihi raji’un..Allahumma latahrimna ajrahu..walataftimna ba’dahu..waghfirlana waalahu…semoga mama dan papa tercinta khusnul khotimah..amin..
Jon Ruskin, pemuda kreatif yang masa mudanya berkelana mencari jati diri dan akhirnya jadi seniman dan pengusaha ukiran terkenal di ranah minang medio ’80an, badan banyak tato tapi prinsip hidup yang beliau pahami sangat membumi…
Beberapa wejangan yang beliau berikan ke saya dan itu memutar arah hidup saya dan tak pernah terlupakan sampai sekarang, saya masih ingat menjelang lebaran tahun 97, beliau mengajari saya tentang “mandiri”, disela2 mengamplas ukiran kursi dari kayu pohon nangka yng bertekstur unik, beliau berkata, “kita benar-benar laki-laki jika kita mampu berdiri di dua kaki sendiri, bukan hanya di kaki kita dan kaki orang tua kita..dan papa percaya mainset ini tidak mudah ditanamkan pada anak2 muda yang belum tau siapa dirinya..papa saja baru di umur 30an menyadari ini”… berdiri dikaki sendiri, dan beliau memberikan 80ribu waktu itu sebagai jerih payah saya untuk belajar “mandiri”…tahun 97 80ribu itu sangat sesuatu… 🙂
kemudian saya belajar dari beliau soal “penghargaan”, suatu ketika lupa waktunya, saya, Okie (anak tertua beliau) dan Hunter, yang merupakan the three musketer, tak terpisahkan 🙂 mencari ide tanda persahabatan.. yang materialnya tidak lekang dimakan waktu 🙂 nah rupanya di rumah Okie ada uang receh kuno 1 cen yang bergambar soekarno dari aluminium, koleksi papa, saya fikir ini cocok, tidak akan lekang dimakan segala kondisi, akhirnya mulailah eksperimen membagi koin 1 cen ini menjadi 3 bagian, tapi alami sehingga jika disatukan akan normal kembali, 🙂 habis lebih kurang 10 koin baru dapat pembelahan yang natural, kemudian dijadikan semacam mainan kunci..eh rupanya Papa tau, roman muka belaiu lansung berubah, dengan tetap lembut beliau berkata “kalian tidak menghargai orang lain, puluhan tahun papa simpan koleksi ini tetapi tanpa ijin kalian merusaki apa yang papa jaga dengan sabar, kalian harus belajar bagaimana menghargai orang lain”… DEG… akhir saya bicara dengan papa tanpa oki dan hunter, ini ide saya yang tulus ingin mencari tanda persahabat kami….papa bisa terima… (air mata menetes ;(..)..
Papa juga pernah memergoki kami bertiga nonton “american pie”… 🙂 pas di scene cewek ganti baju di kamarnya, kemudian ditonton rame2 lewat internet…commentnya : “lanjutkan….” hehe
Lagilagi disela mengamplas ukiran dipan, saya sempat bertanya ke beliau, berapa banyak papa bikin ukiran ini dalam setahun, beliau jawab “tak banyak, paling 3-4 dan itu cukup menghabiskan waktu dalam setahun”, beliau juga melanjutkan “yang papa jaga dari produk papa adalah kualitas, centi demi centi di cek benar2, dengan kualitas inilah produk ukiran papa berniali tinggi, dan kalau kita fokus akan detail fokus pada satu bidang itulah yang disebut profesional….orang yang akan cari kita bukan kita yang memohon2 pada orang, karena profesionalitas kita”… “Profesional”, dan itu menjadi prinsip saya..
Last, momen terakhir saya dengan papa, waktu menanti kelulusan dari SMK Karya tahun 1999, saya bilang berencana untuk melanjutkan ke sekolah pelayaran, karena memang dulu papa saya almarhum adalah ABK dan saya bilang mama mengijinkan, beliau berkata “Ton, di darat ini masih sangat luas pintu rezeki dan pekerjaan yang kami bisa cari, laut itu sangat sempit, berbulan2 kamu dilaut maka hatimu akan keras pada saat menginjak daratan, papa saran tidak usah…” kemudian beliau bercerita sejarah hidup beliau dan teman2 yang diperkapalan…saya luluh..
Setelah tamat SMK, saya mulai jarang ketemu beliau, dan waktu sakit kemaren sangat pengen ketemu, tapi tidak berkesempatan….
Selamat jalan Papa…. Insya Allah Khusnul Khotimah…..