
Dalam tafsir Ibn Katsir tentang Surat Al Baqarah 185, dijelaskan bahwa fardhunya shalat dalam tiga tahapan.
Ibn Katsir mensitir riwayat dari Imam Ahmad yang menceritakan dari Mu’az Bin Jabal, bahwa ibadah salat difardukan melalui tiga tahapan, dan ibadah puasa difardukan melalui tiga tahapan pula.
Adapun mengenai tahapan-tahapan ibadah salat ialah ketika Nabiﷺ tiba di Madinah, maka beliauﷺ salat dengan menghadap ke arah Baitul Maqdis selama tujuh belas bulan.
Kemudian Allahﷻ menurunkan kepadanya ayat berikut, yaitu firman-Nya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. (Al-Baqarah, [2:144]), hingga akhir ayat. Maka Allahﷻ memalingkannya ke arah Mekah; hal ini merupakan tahapan pertama.
Imam ahmad mengambil riwayat dari Mu’az ibnu Jabal, bahwa pada mulanya mereka berkumpul menunaikan salat dengan cara sebagian dari mereka mengundang sebagian lainnya hingga akhirnya mereka membuat kentong atau hampir saja mereka membuat kentong untuk tujuan tersebut.
Kemudian ada seorang lelaki dari kalangan Ansar -yang dikenal dengan nama Abdullah ibnu Zaid ibnu Abdu Rabbih- datang kepada Rasulullahﷺ Lelaki itu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku suatu peristiwa yang jika aku tidak tidur, niscaya aku percaya kepada apa yang kulihat itu. Sesungguhnya ketika aku dalam keadaan antara tidur dan terjaga, tiba-tiba aku melihat seseorang yang memakai baju rangkap yang kedua-duanya berwarna hijau. Lelaki itu menghadap ke arah kiblat, lalu mengucapkan. “Allahu Akbar, Allahu Akbar (Allah Mahabesar, Allah Mahabesar), asyhadu allaa ilaaha illallaah (aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah).” Ia membacanya dua kali-dua kali hingga selesai azannya. Kemudian berhenti sesaat. Setelah itu ia mengucapkan hal yang sama, hanya kali ini dia menambahkan kalimat qad qamatis salah (sesungguhnya salat akan didirikan) sebanyak dua kali.”
Maka Rasulullahﷺ bersabda: Ajarkanlah itu kepada Bilal, maka Bilal menyerukan azan dengan kalimat ini. Maka Bilal adalah orang yang mula-mula menyerukan azan dengan kalimat ini.
Mu’az ibnu Jabal melanjutkan kisahnya, bahwa lalu datanglah Umar ibnul Khattab dan mengatakan, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku pun pernah bermimpi melihat seperti apa yang dilihatnya, hanya dia lebih dahulu dariku.”
Hal yang telah kami sebutkan di atas merupakan dua tahapan, yaitu tahapan pertama dan kedua.
Mu’az ibnu Jabal melanjutkan kisahnya, bahwa pada mulanya para sahabat sering datang terlambat di tempat salat; mereka datang ketika Nabiﷺ telah menyelesaikan sebagian dari salatnya.
Maka seorang lelaki dari mereka bertanya kepada salah seorang yang sedang salat melalui isyarat yang maksudnya ialah berapa rakaat salat yang telah dikerjakan. Lelaki yang ditanya menjawabnya dengan isyarat satu atau dua rakaat. Lalu dia mengerjakan salat yang tertinggal itu sendirian, setelah itu ia baru masuk ke dalam jamaah, menggabungkan diri bermakmum kepada Nabiﷺ
Perawi mengatakan, lalu datanglah Mu’az dan berkata, “Tidak sekali-kali ada suatu tahapan yang baru yang dialami oleh Nabiﷺ melainkan aku terlibat di dalamnya.”
Pada suatu hari ia datang, sedangkan Nabiﷺ telah mendahuluinya dengan sebagian salatnya. Maka Mu’az langsung ikut bermakmum kepada Nabiﷺ Setelah Nabiﷺ menyelesaikan salatnya, bangkitlah Mu’az melanjutkan salatnya yang ketinggalan.
Maka Rasulullahﷺ bersabda: “Sesungguhnya Mu’az telah membuat suatu peraturan bagi kalian, maka tirulah oleh kalian perbuatannya itu (yakni langsung masuk ke dalam berjamaah; apabila imam selesai dari salatnya, baru ia menyelesaikan rakaat yang tertinggal sendirian).”
Hal yang ketiga ini merupakan tahapan terakhir dari di fardhukannya shalat.
Soka 2, 27 Agustus 2021 #tafsirIbnKatsir