Perkembangan Nagari Batu Bajanjang

Nagari Batu Bajanjang dilihat dari kapalo Koto

Batu Bajanjang, menurut hikayat penamaannya berasal dari ditemukannya batu yang berjanjang (bertangga) atau seperti tangga di pinggir sungai yang naik ke arah bukit karang, saat ini masyarakat mengenal Lubuak (bagian sungai yang dalam) batu bajanjang, harfiahnya batu yang seperti tangga, dulu dijaman ijok, entah kapan itu jaman ijok 🙂 waktu nenek moyang dikejar-kejar musuh, dari lubuak dan tepian inilah akhirnya menyebar ke posisi nagari saat ini..begitu cerita mulut ke mulut dari jaman kakek nenek dulu, perlu penelitian sejarah secara ilmiah untuk mendapatkan cerita yang benar tentang sejarah Batu Bajanjang ini, kenapa nenek moyang dulu memilih kampung ditengah belantara ini sebagai tempat berembang biak.. ;), untuk lebih jelas tentang nagari Batu Bajanjang bisa dibaca disini, ditulisan ini kita fokus ke perkembangan Nagari Batu Bajanjang dari tahun ke tahun, mulai dari saya ingat sampai saat ini, kenapa tahun ke tahun? karena saya hanya pulang sekali setahun :).

Kita mulai dari Masjid Raya Batu Bajanjang dan kehidupan beragama di Nagari yang 100% masyarakatnya memeluk agama Islam.

Agak

Masjid Raya Batu Bajanjang

sedikit mengelus dada sebenarnya dengan kondisi kehidupan beragama masyarakat saat ini, dulu Surau (langgar) dan Masjid merupakan pusat kegiatan dari magrib sampai isya, masih saya ingat paling tidak sampai kelas 3 SMP surau masih sangat rame oleh anak-anak yang mengaji, termasuk saya pribadi kalau pulang kampung untuk liburan sekolah selalu kembali ke surau, ada beberapa surau di Nagari Batu bajanjang, yang teraktif dulu Surau Pangka Rangguang, surau pulau-pulau (dua surau ini saya pernah mengaji) kemudian ada beberapa surau di jorong koto tuo, sungai pincuran dan batu bagantuang, dan saat ini hampir semua surau ini vacum. Masjid pun seperti itu, vacum dari kegiatan pendidikan untuk anak-anak, tahun 2005-2008 masjid masih hidup 5 waktu, tapi pulang tahun ini masjid hanya shalat berjamaah magrib, isya dan subuh, zuhur dan asar tidak.

Setelah berdiskusi dengan tokoh-tokoh masyarakat diketahui ada beberapa permasalahan yang mengakibatkan semua kegiatan keagamaan ini mundur, mulai dari semangat masyarakat yang menurun, ketidak adaan fasilitas, ketidak adaan guru, konflik internal pengurus, dll, dan  pada kesempatan tahun ini hasil dari Musyawarah Ikatan Keluarga Perantau Batu Bajanjang dengan pemerintahan nagari, pengurus masjid dan surau, tokoh masayarakat serta tokoh-tokoh pemuda, untuk menggairahkan kembali kegiatan di masjid semua sepakat untuk menghidupkan kembali pusat pendidikan anak-anak nagari di Masjid yang secara struktural akan dikelola dibawah pengawasan IKPBB, ditargetkan akhir tahun ini pusat pendidikan yang nama dan konsepnya akan diputuskan dulu, sudah mulai beroperasi.

Batu Bajanjang dari Kapalo Koto

Perkembangan ekonomi masyarakat merupakan bagian yang sangat besar perubahannya, salah satu faktor pendorong adalah terbukanya jalan yang menghubungkan Nagari Batu Bajanjang dengan kota solok, sehingga trasportasi hasil bumi lancar dan adanya listrik walau hanya malam hari. Saat ini transportasi ke kampung sudah avanza dan APV dibandingkan tahun lalu masih L300 bekas, motor sudah disetiap rumah, saya masih ingat ngejar-ngejar motor trail butut milik Pospol yang bisa sampai ke nagari medio 1988 🙂 untuk melihat mobil harus jalan kaki sehari, TV hanya ada di lapangan kantor wali nagari, film Sensara membawa nikmat, G30SPKI merupakan faforit saat itu, masyarakat tumplek blek setiap malam habis isya untuk nonton dunia dalam berita, saat ini hampir semua rumah sudah punya satelit sendiri.

Efek dari perkembangan ekonomi ini, sangat terasa ke kehidupan pemuda Batu Bajanjang, dulu olah raga bola volly dan takraw takraw merupakan pengikat persatuan pemuda, saat ini balap motor dan modifikasi motor adalah hoby baru para pemuda, tapi bersyukur pada saat TNI  masuk desa tahun lalu, dibuatkan sebuah lapangan sepak bola yang bisa dipakai kembali oleh para pemuda untuk mengikat persatuan mereka.

Kenakalan remaja  juga menjadi perhatian serius bagi tokoh masyarakat dan perantau, salah satu faktor penyebab dari kenakalan remaja ini adalah tidak adanya pendidikan agama dan moral yang bisa diakses oleh mereka, disamping tidak adanya tindakan tegas untuk setiap pelanggaran, tahun ini dalam Majelis Tigo Tunggu Sajarangan permasalahan ini akan dijadikan sebagai bahasan pokok, semoga bisa dicarikan jalan keluarnya.

Tradisi lebaran dengan mendoa

Sala satu yang membuat rindu pulang setiap hari-hari besar keagamaan adalah tradisi silaturahmi yang masih kuat, pada hari H lebaran masyarakat Batu Bajanjang benar-benar mengkususkan untuk silarurahmi, mulai dari keluar masjid untuk Shalat Ied sampai malam hari, merupakan waktu untuk berkunjung ke sanak famili, setiap rumah selalu mendoa sebagai rasa syukur sudah melewati 30 hari Ramadhan, setiap naik rumah HARUS makan, akibatnya bagi yang tidak biasa, 2 rumah sudah tidak bisa berdiri kekenyangan :), tetapi efek dari berkurangnya pendidikan keagamaan, tradisi ini juga mulai terancam, berkurangnya secara drastis ustad atau di batu bajanjang di panggil “Urang Siak (orang yang alim)” yang bisa  berdoa, dulu surau merupakan wadah para calon urang siak untuk menempa diri dengan ilmu agama, seiring hilangnya surau otomatis output untuk urang-urang siak ini juga berkurang.

 

This slideshow requires JavaScript.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s