
Mama dan Papa menikah berbarengan dengan adek papa, kami panggil Pak Etek Nasrul, the last papa we have. Mengakibatkan kami sepupu2an juga tumbuh bersamaan. Saya lahir duluan sebagai Abang tertua, kemudian anak Pak Etek Elsa, kemudian lahir adik saya yg kedua, Opet, setelahnya lahir anak Pk Etek yang kedua Esi, diikuti adik saya yang tercilik Kori, generasi terakhir Papa Kami Jamahar. Setelahnya disisi Pak Etek lahir adek kami Ena dan Eki.
Kampung kami medio 80-90an jauh dari keramaian, peradapan dan adat istiadat minang sangat mengakar dan digdaya di tengah belantara bukit barisan yang tersambung dari Solok sampai ke Darmasraya ini. Papa adalah salah satu yang digadang2 sebagai Datuk pemimpin suku beliau, Suku Panai. Lancar beliau petatah petitih layaknya datuk2 minang dijamannya. Begitu cerita mama, pergaulan juga luas walaupun masa muda beliau habis di perantauan.
Papa sekolah di PGA (Pendidikan Guru Agama) di Solok, tetapi jalan hidup membawa papa tidak seiris dengan pendidikannya. Cerita mama, waktu muda papa lama jadi ABK (Anak Buah Kapal) di kapal dagang antara selat panjang dan Singapore, pernah karam terimbang ambing 3 hari ditengah laut dan inilah yang menyebabkan sakit dan akhirnya pulang, nikah dengan mama dan jadi pegawai kantor Diknas Kecamatan Payung Sekaki Kab Solok, sehingga masa kecil kami LDR dengan papa 😊, akibatnya hanya secuil bayang2 yang terekam dalam ingatan di bantu dengan cerita mama.
Saya ingat, dan saya rasa ini ingatan paling awal yang ada di memory kenangan dengan papa, mungkin medio 1987 saya belum SD, libur mau lebaran, papa pulang bawa oleh2 baju batik kecil. Beliau cerita, mobil off road yang beliau tumpangi, waktu itu jalan tanah ke kampung kami baru tersedia sekitar 15 km yang bisa dilewati mobil, Datsun pick up dan lan crauser hardtop jadi transport penyambung yang lumayan sebelum dilanjutkan 35 km jalan kaki. Di pendakian kasiak Baro, ini jalur Legenda layaknya Alas Roban di jalur selatan jawa. Mobil papa hilang power dan mundur, akhirnya sopir menambrakkan mobil ke tebing sebelah kanan, sebelah kiri jurang ratusan meter menanti. Cedera tapi alhamdulillah tidak parah. Kemudian papa mendudukkan saya di paha beliau setelah coba baju baru, beliau lanjut cerita tentang naik pesawat terbang, yang waktu itu merupakan cerita bayang2 bagi kami anak kampung, kami akan sangat sumbringah melihat ada pesawat melintas jauh diatas dirgantara kampung kami. “nanti kalau abang sudah sekolah pas libur naik kelas papa akan bawa abang naik kapa tabang (pesawat terbang) ke Singapur, duduk di sayap” sambil senyum, saya masih ingat. .😊. Dan soal ini mama juga cerita, dulu pas papa pulang jadi ABK mama lansung paksa untuk menikah, mama bilang “mungkin abang punya kakak di Singapur, mama tak tau” sambil senyum.
Kenangan kedua ini murni antara saya dan papa tanpa campur tangan mama. Jadi kenangan paling manis dan selalu menyebabkan senyum kalau saya ingat. Saya sekolah dikampung, jarak dari kantor Diknas kecamatan tempat papa kerja, sehari perjalanan jalan kaki. Sehari2 papa tinggal di perumahan guru dan hanya pulang kampung pada saat libur. Waktu itu lagi libur sekolah bulan ramadhan, saya kelas satu SD, Saya ketiduran siang efek puasa, pas bangun rupanya sudah gelap dan tidak melihat ada papa, pintu di kunci dari luar, saya takut bercampur marah. Akhirnya saya balik ke kasur mungkin karna lapar ketiduran lagi, tapi sebelumnya semua pintu dan jendela saya kunci dari dalam. Habis magrib saya dengar papa manggil2 dari luar, tapi karna marah ditinggal, saya pura2 tidur dan itu lumayan sampai sejam, semua tetangga dan teman2 papa berdatangan panik. Akhirnya papa masuk manjat dengan merusak ventilasi di kamar mandi. Saya dengar dengan jelas, papa masuk dan lihat saya lagi tidur. “Oo benar ketiduran”, suara itu teringat sampai sekarang. 😊. Saya lanjut tidur sampai pagi menahan lapar. Entah papa cerita ke mama, saya tak dapat kisah dari mama.
Kenangan ketiga dan ini saya rasa yang terakhir yang saya bisa ingat. Pas lebaran idul fitri, saya naik kelas dua. Lagi2 saya marah dan ngambek sama papa. Apa pasal? Semua ponakan2 beliau sudah dapat jatah ampau, bahkan sepupu saya yang sama tumbuh cerita dikasih duit sama papa, kok saya belum. Saya lari kesungai buka baju dan nyebur bareng teman2, habis hujan air sungai lumayan deras. Setelah lama akhirnya papa menyusul, minta saya keluar sambil lihatkan duit. Saya tidak mau, papa mendekati saya agak ketengah saya berenang ke sebrang sungai, pas papa kembali ke pinggir saya dekati, beberapa kali. Akhirnya beliau bosan dan tinggal saya kedinginan dan tetap tak dapat ampau.. 😊 saya tidak ingat setelahnya, tapi mama cerita saya di kasih duit paling banyak untuk meredam rasa cemburu.. 😊
Mama cerita, papa dulu sering menangkap ikan dengan jala disungai, juga punya senapan angin untuk tembak burung. Sering makan ikan yang berprotein lengkap mungkin menjadi salah satu faktor saya jadi andalan dan impian menjadi jendela bagi keluarga, Mama yang cerita.. 😊
Saya yang tertua hanya bisa ingat tiga peristiwa, dua adek saya tentu kurang atau bahkan tidak ada. Setelahnya mama jadi single parent luar biasa buat kami.
——
Indofood tower, 9 Aug 2018