Tafsir Ibn Katsir: Doa

Doa..

Ibn katsir menjelaskan dengan rinci mengenai doa, sebagai bagian penafsiran surat Albaqarah ayat 186. Yang pembahasannya dimulai dari asbabunnuzul surat dan ayat ini.

Mengutip riwayat Ibnu Abu Hatim, bahwa ada seorang penduduk Badui bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Tuhan kita dekat, maka kita akan bermunajat (berbisik) kepada-Nya; ataukah Dia jauh, maka kita akan menyeru-Nya?” Nabiﷺ diam, tidak menjawab.

Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Aku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku. (Al-Baqarah, [2:186])

Ibn katsir juga mengambil hadist dari Abdur Razzaq, para sahabat bertanya kepada Rasulullahﷺ, “Di manakah Tuhan kita?” Maka Allahﷻ menurunkan firman-Nya Al-Baqarah, [2:186]) hingga akhir ayat.

Beliau juga menghubungkan dengan ayat yang lain riwayat dari Ibnu Juraij bahwa ketika firman-Nya ini diturunkan: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian. (Ghafir, [40:60])”. Maka orang-orang bertanya, “Sekiranya kami mengetahui, saat manakah yang lebih tepat untuk melakukan doa bagi kami?” Maka turunlah firman-Nya: Al-Baqarah, [2:186].

Ibn Katsir mulai masuk ke pembahasan tentang doa dengan mengetengahkan riwayat dari Imam Ahmad, ketika para sahabat bersama Rasulullahﷺ dalam suatu peperangan, tidak sekali-kali mereka menaiki suatu tanjakan dan berada di tempat yang tinggi serta tidak pula mereka menuruni suatu lembah melainkan mereka mengeraskan suara seraya mengucapkan takbir.

Lalu Nabiﷺ mendekat ke arah mereka dan bersabda: “Hai manusia, tenangkanlah diri kalian, karena sesungguhnya kalian bukan berseru kepada orang yang tuli, bukan pula kepada orang yang gaib; sesungguhnya kalian hanya berseru kepada Tuhan Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Sesungguhnya Tuhan yang kalian seru lebih dekat kepada seseorang di antara kalian daripada leher unta kendaraannya. Hai Abdullah ibnu Qais, maukah kamu kuajarkan suatu kalimat (doa) yang termasuk perbendaharaan surga? (Yaitu) la haula wala quwwata ilia billah (tiada upaya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).”

Beliau mengambil riwayat Imam Ahmad yang lain,  bahwa Nabiﷺ pernah bersabda: “Allahﷻ berfirman, Aku menurut dugaan hamba-Ku mengenai diri-Ku, dan Aku selalu bersamanya jika dia berdoa kepada-Ku.”

Imam Ahmad mengatakan pula, dari jalur Abu Hurairah yang pernah mendengar Rasulullahﷺ bersabda: “Allahﷻ berfirman, Aku selalu bersama hamba-Ku selagi ia ingat kepada-Ku dan kedua bibirnya bergerak menyebut-Ku.”

Menurut Ibn Katsir, hadis ini sama pengertiannya dengan firman Allahﷻ yang mengatakan: “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (An-Nahl, [16:128])”

Sama pula dengan firman-Nya kepada Nabi Musa dan Nabi Harun, yaitu: “Sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat. (Thaha, [20:46])”

Makna yang dimaksud dari kesemuanya itu adalah, Allahﷻ tidak akan mengecewakan doa orang yang berdoa kepada-Nya dan tidak sesuatu pun yang menyibukkan (melalaikan) Dia, bahkan Dia Maha Mendengar doa. Di dalam pengertian ini terkandung anjuran untuk berdoa, dan bahwa Allahﷻ tidak akan menyia-nyiakan doa yang dipanjatkan kepada-Nya.

Sehubungan dengan hal ini Imam Ahmad juga mengetengahkan hadis bahwa Nabiﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya Allahﷻ benar-benar malu bila ada seorang hamba mengangkat kedua tangannya memohon suatu kebaikan kepada-Nya, lalu Allah menolak permohonannya dengan kedua tangan yang hampa.”

Imam Ahmad mengatakan pula, bahwa Nabiﷺ pernah bersabda: “Tiada seorang muslim pun yang memanjatkan suatu doa yang di dalamnya tidak mengandung permintaan yang berdosa dan tidak pula memutuskan silaturahmi, melainkan Allah pasti memberinya tiga perkara berikut, yaitu: Adakalanya permohonannya itu segera dikabulkan, adakalanya permohonannya itu disimpan oleh Allah untuknya kelak di hari kemudian, dan adakalanya dipalingkan darinya suatu keburukan yang semisal dengan permohonannya itu.” Mereka (para sahabat) berkata, “Kalau begitu, kami akan memperbanyak doa.” Nabiﷺ menjawab, “Allah Maha Banyak (Mengabulkan Doa).”

Ibn Katsir juga mengambil riwayat Imam Malik dari jalur Abu Hurairah, bahwa Rasulullahﷺ pernah bersabda: “Dikabulkan bagi seseorang di antara kalian selagi dia tidak tergesa-gesa mengatakan, Aku telah berdoa, tetapi masih belum diperkenankan juga bagiku.”

Beliau juga mengutip riwayat Imam Muslim, dari jalur Abu Hurairah, dari Nabiﷺ yang telah bersabda: “Doa seorang hamba masih tetap dikabulkan selagi dia tidak mendoakan hal yang berdosa atau yang memutuskan silaturahmi, bilamana dia tidak tergesa-gesa.” Lalu ditanyakan, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan tergesa-gesa itu?”. Beliauﷺ menjawab, “Seorang hamba mengatakan, Aku telah berdoa, aku telah berdoa, tetapi masih belum diperkenankan juga bagiku, lalu saat itu dia merasa kecewa dan menghentikan doanya.”

Ibn katsir juga mengutip Imam Abu Ja’far At-Tabari di dalam kitab tafsirnya, dari jalur Siti Aisyah, yang pernah mengatakan “bahwa tidak sekali-kali seorang hamba yang mukmin berdoa kepada Allah memohon sesuatu, lalu doanya itu disia-siakan, sebelum disegerakan baginya di dunia atau ditangguhkan baginya untuk di akhirat, selagi dia tidak tergesa-gesa atau putus asa”.

Urwah bertanya, “Wahai bibi, apakah yang dimaksud dengan tergesa-gesa dan putus asa itu?” Siti Aisyah menjawab, “Dia mengatakan, Aku telah meminta, tetapi tidak diberi; dan aku telah berdoa, tetapi tidak dikabulkan.”

Masih mengutip dari Imam Ahmad dengan jalur Abdullah ibnu Amr, bahwa Rasulullahﷺ pernah bersabda: “Hati manusia itu bagaikan wadah, sebagian di antaranya lebih memuat daripada sebagian yang lain. Karena itu, apabila kalian meminta kepada Allah, hai manusia, mintalah kepada-Nya, sedangkan hati kalian merasa yakin diperkenankan; karena sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan bagi hamba yang berdoa kepada-Nya dengan hati yang lalai.”

Ibn Katsir menjelaskan penyisipan anjuran untuk berdoa di antara hukum-hukum puasa ini mengandung petunjuk yang menganjurkan agar berdoa dengan sekuat tenaga di saat menyempurnakan bilangan Ramadan, dan bahkan di setiap berbuka. Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud At-Tayalisi di dalam kitab Musnad-nya, bahwa pernah Nabiﷺ bersabda: “Bagi orang puasa di saat berbukanya ada doa yang dikabulkan.”

Abu Abdullah Muhammad ibnu Yazid ibnu Majah di dalam kitab sunannya, telah mengatakan, bahwa Nabiﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya bagi orang puasa di saat berbukanya terdapat doa yang tidak ditolak (untuknya).”

Ubaidillah ibnu Abu Mulaikah mengatakan, ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr selalu mengucapkan doa berikut bila berbuka: “Ya Allah, sesungguhnya Aku memohon demi rahmat-Mu yang memuat segala sesuatu, sudilah kiranya Engkau mengampuniku.”

Ibn Katsir menutup penafsiran ayat ini dengan mengetengahkan siapa saja yang berdoa pasti dikabulkan Allah. Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad, Sunan Turmuzi, Nasai, dan Ibnu Majah disebutkan sebuah hadis dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullahﷺ pernah bersabda: “Ada tiga macam orang yang doanya tidak ditolak, yaitu imam yang adil, orang puasa hingga berbuka, dan doa orang yang teraniaya diangkat oleh Allah sampai di bawah awan di hari kiamat nanti, dan dibukakan baginya semua pintu langit, dan Allah berfirman, Demi kemuliaan-Ku, Aku benar-benar akan menolongmu, sekalipun sesudahnya.”

Soka 2, 29 Agustus 2021 #seriTafsirIbnKatsir

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s