
Satu tahun tingkat pertama SMP berlalu dengan aktif mengikuti, baik kegiatan belajar mengajar maupun ekstra kurikuler. Gendong tangan 2 bulan ke sekolah karena bahu bergeser tidak menyurutkan semangat untuk tetap bersinergi.
Menabung selama 9 bulan pun sudah memperlihatkan hasil, bisa beli sepeda BMX bekas balapan, 70 ribu. Ya, waktu itu lomba BMX cross lagi viral di Kota Solok, teman di SMP ada yang jadi atlit BMX cross ini. Setelah punya sepeda agak menambah sedikit mobilitas, kesekolah tidak lagi jalan kaki, juga bisa berenang ke danau singkarak 16 km dari Kota Solok, yang kalau tidak ada sepeda mungkin tidak akan terjejak, hemat budget.
Setelah tangan saya mulai sembuh, nenek sudah mulai kembali ke kampung, hanya awal bulan pas ambil pensiun, nenek menemani agak seminggu. Mama juga paling turun gunung sekali sebulan, antar beras, bayar kontrakan dan kasih belanja. Saya tidak ingat berapa saya dikasih belanja di SMP, yang saya ingat masih bisa beli sarapan nasi goreng tiap pagi dikantin sekolah samping mushalla, 2500 rupiah sudah pakai telor kocok yang di sirsir. Juga setiap minggu sehabis latihan pramuka masih bisa makan tahu bakso depan SMP.
Dikelas pun cukup bisa mengikuti, naik ke kelas dua juara tiga, mama tersenyum waktu itu, terbukti anak daerah terisolir bisa bersaing. Teman Maulidawati, Merry dan Indra Kadican menjadi partner bersaing dan teman bersama belajar waktu itu. Juga anak gantung Ciri, Oon Kurnia, sekarang wakapolsek muara Panas, Solok, jadi teman bermain dan mandi-mandi di batang lembang.
Waktu itu masih ada sistem kelas unggulan, semua para juara di kelas satu dikumpulkan dalam satu kelas, 2B. Dikelas ada Hendri Umar, Susi Nofrita, yang kelak menjadi pasangan terpilih dari Kota Solok masuk SMA Taruna Nusantara magelang, sekolah unggulan para pemimpin. Ada Arsyaf Mursalina, Lili dan Zendri Dovira, yang sudah sangat lancar cas cis cus bahasa inggris. Maulidawati, teman saya dari kelas 1-i, teman sebangku Saya Yudha Dwinanda, anak ibu guru tinggal di Tanah Garam. Dan beberapa para unggulan lainnya yang saya sudah tidak ingat.
Dikelas dua mulai secara intens berkumpul, belajar, bersaing dan berteman dengan para juara. Awalnya keteran, bagaimanapun kualitas pendidikan daerah terisolir dan kota tidaklah sama, memang nem tertinggi dikecamatan, dan sudah di gembleng penyesuaian dikelas satu dengan hasil maksimal, speed teman-teman di awal kelas dua ini tetap satu step didepan.
Mulai kelas dua, pergaulan mulai berkembang pula. Saya ingat komen mama waktu saya infokan saya masuk kelas unggul dikelas 2. “Pokoknya yang terbaik aja bang, pasti bisa”. Kelas dua akan ada beberapa moment yang terkenang.
Group 14 Kopassus, Bogor, 10 Oct 2021. #AntarAnak.