Mengarahkan fikiran

Radix – sumber: gardencentre.co.id

Fikiran atau cara pandang atau world view sangat tergantung pada informasi yang masuk melalui penglihatan kemudian akan di proses di otak dan jadi memori. Memori itulah yang menjadi cara pandang kita terhadap sesuatu.

Cara pandang bisa diubah, mudah dibentuk karna itu adalah science, nama ilmunya psikologi. Makanya tidak heran kita, dulu kita kenal kolega kita begini, kok sekarang berubah begitu. Dulu anti sekarang idol, dulu sayang sekarang benci, semua itu tak lepas dari cara pandang yang sudah dimanipulasi oleh informasi yang masuk kedalam memori.

Misalnya, yang sering kita dengar, sesuatu yang buruk tetapi di manipulasi bahwa itu baik, di informasikan dengan masif, lama-lama akan diterima sebagai sesuatu yang normal dan malah bisa berbalik yang buruk itu jadi baik, propaganda nama metodenya, sering dipakai oleh komunis dalam memanipulasi informasi. Apalagi saat ini media sosial ada diujung jari dan diruang privat masing-masing orang, sehingga propaganda masif akan jadi satu metode efektif dalam mengarahkan fikiran.

Metoda yang soft juga bisa, melalui perang pemikiran, atau di kenal dengan dalam khazanah islam “ghazwul fikri”. Banyak yang kita lihat dulu lurus tiba-tiba jadi “liberal, sekular”, atau sebaliknya menjadi “ekstrim” baik kanan maupun kiri. Mengarahkan informasi yang menyentuh dasar cara fikir kerap kali menjadi cara yang digunakan untuk meggubah cara pandang, misalnya menyentuh rasa kemanusiaan, rasa adil, rasa marah, rasa senang dan suka. Cara inilah yang dipakai oleh orientalis dari dulu sampai sekarang untuk mengaburkan nilai-nilai Islam.

Bisa juga melalui kebijakan pemerintah dan ini yang paling efektif, karena ada kekuatan memaksa. Misalnya yang saat ini lagi viral, Kemenag memaksakan paham sekular, liberal atau ekstrim kanan jauh, dengan program “moderasi beragama”, tujuannya menurut mentri agama, untuk menghapus paham “radikal” dalam beragama di Indonesia, dalam hal ini tujuannya adalah agama Islam. Ini kelanjutan dari cara propaganda dan ghazwul fikri yang selalu mendapat pertentangan dan perlawanan dari ulama-ulama islam sejak beberapa dekade.

Terus bagaimana kita bisa terhindar dari pengarahan fikiran ini? Atau kita dengan sadar mau mengarahkan cara pandang kita terhadap sesuatu yang menurut kita sesuai. “Radix” adalah salah satu metode yang bisa dipakai. Mengakar atau memahami akar dari hal yang kita terpapar atau yang kita mau mengubah cara pandang terhadap sesuatu itu.

Misalnya dalam hal ilmu alam, air kalau dipanaskan 100 derajat akan mendidih dan menguap, jika didinginkan dibawah nol akan membeku. Itu hukum dasarnya, tapi bagaimana jika ingin mendinginkan dan memanaskan air dalam waktu tertentu, tentu perlu mengetahui akar ilmu yang lain. Misalnya juga, dalam satu masalah teknis mekanik, bearing roda mobil mulai rusak, kita tidak bisa berharap atau berdoa agar baik-baik saja perjalanan, tapi harus meghilangkan dulu akar masalahnya, yaitu dengan ganti bearing roda mobil tersebut.

Dalam hal agama apalagi, kita memang harus “radix”, berakar ke tuntunan yang benar. Sebelum mengiyakan atau menidakkan satu cara pandang terhadap pemahaman islam, baca dulu sumbernya yaitu Al Quran dan Hadist nabi, pun sebelum bertanya pada guru yang kita anggap baik. Yang simpel misalnya, yang sekarang juga lagi viral di medsos, celotehan dosen UI dari ranah minang, Dr Armando, “saya islam tapi tidak mau menjalankan syariat islam”. Ini jelas bertentangan dengan ayat Alquran “berislamlah kamu secara kaffah”, pendapat itu bisa jadi ghazwul fikri, mengaburkan Islam itu sendiri oleh orang Islam sendiri, jauh lebih melenceng dari satu pendapat tokoh liberal masa lalu “islam yes, partai islam no”.

Misalnya yang terbaru, salah satu penceramah di Mabes Polri, Buya Syakur, dalam rangka mensosialisasikan program moderasi beragama, sangat berani secara terbuka mengkaburkan makna-makna Alquran dan sejarah islam yang dari awal sahabat dan semua ulama arus utama sampai sekarang maknanya tidak ada perbedaan pendapat, misalnya makna La Ilahaillalah, syahadatain, dimaknai oleh yang bersangkutan dengan persatuan, bukan meng-esakan Allah, yang jelas sangat bertentangan dengan Al-Quran. Kejadian ini metode lengkap, ghawul fikri, yang disampaikam secara propaganda oleh kebijakan pemerintah, akan sangat efektif mempengaruhi cara pandang kita tentang Islam menjadi relatif. Karnanya kita harus kembali ke akar, radix, agar tidak terpengaruh oleh pemahaman yang jelas-jelas menyimpang ini.

Selengkapknya bisa di lihat video bantahan dari Ustadz Fahmi Salim mengenai subhat-subhat Buya Syakur, di link ini. https://youtu.be/GDDPId9LLIA.

Kembali ke akar, radix, yang sekarang di propagandakan bermakna negatif, “radikal”. Adalah metode ilmiah agar cara pandang kita terhadap sesuatu tidak mudah dipengaruhi, dibidang apapun. Apalagi agama yang akan menjadi penyelamat dunia dan akhirat kita, seharusnya benar-benar berpedoman pada akarnya, yaitu Al-Quran, sunnah, ijma dan qiyas oleh yang ulama yang otoritatif bukan propagandis. Untuk itu, mau tidak mau belajar adalah jalannya.

Bogor, 6 Nov 2021 #IslamLiberal-IslamNusantara-ModerasiBeragama, wapada.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s