
Mama kami juga “gadang di rantau”, besar diperantauan, keluar dari kampung untuk sekolah dan berkarir. Beliau generasi pertama dari kampung kami yang masuk ke SMP 1 Kota Solok, sekolah favorit, kemudian ke SPG dan memulai karir jadi guru juga diluar dari kampung kami.
Seingat saya, kami bertiga adik beradik selalu keluar kampung setiap libur sekolah. Walaupun masa 1987-1996 kampung kami belum bisa di lewati kendaraan roda 4, semangat untuk piknik menguatkan kami kuat berjalan kaki 8 jam baru sampai di luar keterisoliran.
Adek mama laki dan satu-satunya Mak Etek Raflis, Kami panggil akrabnya Mak Etek Palih, sekarang berganti panggilan dengan kakek, karna sudah 3 pula cucu beliau. Tinggal di Sungai Nanam, Kecamatan Lembah Gumanti. Desa ini pintu keluar kami arah timur desa kami. waktu tempuh tracking naik turun gunung sekitar 10 jam, merupakan lokasi awal kami untuk berpetualang selanjutnya. Saya sama sekali jarang mandi kalau di sini, suhunya mungkin rata-rata 15-18 derajat.
Kami punya 3 sepupu anak Mak Etek, Fero, Bambang dan Doli, dua sudah bermenantu pula. Masa itu warga daerah Sungai Nanam masih hidup sangat susah, berjualan ikan asing keliling ke kampung kami.
Tapi sejak masa Bupati Bpk. Gamawan Fauzi yang asli Alahan Panjang, ibu kecamatan Lembah gumanti. Beliau mengubah arah ekonomi secara drastis, dari pertanian padi yang susah tumbuh di area dingin menjadi sentra sayur mayur, bawang merah, kol, dll. Sehingga ekonomi dan kehidupan warga berubah total, saat ini Sungai Nanam dan Alahan panjang jadi sentra sayur Sumatera Barat bahkan Indonesia.
Dari Sungai Nanam, perjalanan raun-raun berlanjut ke daerah yang sudah di rencanakan.
Kalau ke kota Padang, tujuan kami ada dua, Rumah Angku Idrus, anak dari Mamak Suku kami, pegawai BRI kantor Provinsi Sumatera Barat. Sekarang sudah pensiun dan menikmati masa retairement di Bekasi, Jabar dengan anak perempuan beliau yang seangkatan dengan saya.
Atau ke rumah kawan mama yang dulu pernah dinas dikampung, di Lubuk Begalung. Owner salah satu kontraktor terkenal, yang saya lupa namanya.
Sebenarnya ada satu lagi kakak tiri mama di Kota Padang, Mak Tuo (lupa). Anak tertua angku dari “ibu” mama yang lain. Cuma sampai sekarang tidak pernah ketemu.
Kami sering diajak liburan ke Pekan Baru, waktu dulu jalannya masih lewat lubang Kalam menyusur Sungai siak. Ada dua kakak mama anak angku dari “ibu” yang lain di sana, Mak Tuo Jawa dan Mak Tuo Jus. Mak Tuo Jus punya anak 3 laki semua, Bang Win, Bang Sam dan Bang Agus, tinggal di simpang tiga, dekat bandara Syarif Kasim. Salah satu anak beliau, Bang Sam dulunya punya sampan penyebrangan sungai Siak dari Pasar Bawah ke Rumbai, kami sering diajak keliling naik sampan. Ketiga abang kami masih di Pekan Baru sampai sekarang.
Mak Tuo Jawa, punya anak 5, satu laki, Ni Mis, Bg Tolit, Ni Yen, Ni Meri dan Ni Peni. Waktu itu tinggal di belakang RS Awal Bros, Jl Arifin Ahmad. Tapi sekarang sudah menyebar. Bang lit, Ni Mis dan Ni Meri di Pekan Baru, Ni Peni di Dumai dan Ni Yen di Cirebon.
Seperti yang saya tulis di tulisan sebelumnya, Mama punya hubungan yang baik dengan kakak-kakak tiri beliau dari istri kakek kami yang sebelum nenek. Hubungan mesra itu berlanjut dengan anak-anaknya Mak Tuo karena sering berkunjung dan silaturahim.
Semenjak kedua Mak Tuo kami meninggal, mamalah yang jadi orang tua, Uni dan abang kami. Mama juga mendekatkan kami dengan Uni abang kami dan alhamdulilah terjaga sampai saat ini.
Ada beberapa kejadian-kejadian memorale yang tidak akan lupa sepanjang jalan kami raun-raun sama Mama, ada yang lucu, serem bahkan ada yang menyedihakn. Beberapa kisah-kisah perjalan tersebut akan kami tuliskan dalam kesempatan selanjutnya.
Yang saya pribadi dapat ambil pelajaran dari seringnya perjalanan bersama Mama, diantaranya “open mind”, kami jadi tau dunia luar itu rupanya luas, bukan cuma di selingkar kaki Bukit Kumayan, atau antara Lubuak Pauj dan Lubuk rukan, tapi sepanjang mata memandang sejauh kaki melangkah. Dan itu semua akhirnya menumbuhkan semangat dan mendatangkan cita-cita, dan semangat untuk meraihnya.
Manfaat raun-raun yang lansung terasa bagi kami adalah makin kuatnya hubungan dalam keluarga, perjalanan yang memakan waktu dan dilalui bersama menjadikan kami kakak beradik makin dekat dan terbiasa saling berbagi.
Kebiasaan itu juga kami lanjutkan dengan anak-anak dan keluarga, baik dulu waktu Oma nya (mama kami) masih ada, maupun sekarang setelah 2 tahun Oma berpulang, raun-raun tetaplah jadi hobi, “kaki bacilalek” kata orang minang. 😁
Bogor#38th, 22051981-22052919