Pandemi membawa perubahan.

Gerbang tol Rambutan, siaga Covid19

Minggu ke-8 almanak merah #diRumahAja, namun hari kerja masih mengukur tol Bogor-Jakarta, perusahaan kami satu dari seribusn perusahaan di Jakarta yang mendapat dispensasi operasi dari Kemenperin, so, show must go on..

Masuk 14 Ramadhan 1441 H, bulan istimewa yang benar-benar terasa istimewanya saat ini. Berbelas tahun kebelakang Ramadhan berlalu di Jalanan, berbuka di pom bensin, kadang isya dan Taraweh juga di Rest Area, jauhnya jarak, padatnya jalan karena macet mengakibatkan kasahduan bulan suci kurang meresap ke dalam jiwa, bahkan kadang yang ditunggu dari Ramadhan hanya waktu menunggu kegembiraan untuk Pulang Kampung.

Tapi Ramadhan kali ini benar-benar berbeda, Covid-19 disatu sisi musibah yang luar biasa, tapi di sisi lain jadi balancing tidak hanya untuk bumi yang kita tempati ini, tapi juga terasa benar manfaatnya bagi diri sendiri.

Pandemi ini memaksa kita untuk berubah, mau tidak mau. Ni’mat dan gembiranya Bulan Ramadhan terbalik, saat ini malah bersedih hati berhubung tidak boleh mudik karena sudah di TITIKkan oleh LetJend Doni, tapi “pulkam” masih bisa koma kah? 🙂

Namun disisi lain, kenikmatan bisa menjalan ibadah full dirumah dari sahur sampai sahur lagi mudah-mudahan memberi arti bagi semua, 2 gadis, 1 jagoan dan mama anak-anak menjadi jamaah tetap saat ini dari subuh sampai witir. Bersyukur rasanya dulu waktu masih di kampung di paksa oleh Mama untuk belajar mengaji ke surau-surau, manfaatnya terasa saat ini, walau bagaimanapun merubah main set dari makmum menjadi imam tidaklah semudah jadi sopir lintas sumatera menembus 1400 km sendirian. 🙂

Juga menjadi kebahagian tak terkira rasanya menjadi perantara bagi anak bujang yang sebentar lagi akan masuk TK untuk bisa hafal ummul Qur’an, 3 surat Kul, doa sapu jagat, doa buat kami yanda dan mamanya, yang rasanya akan berat kalau tidak ada musibah Covid-19 ini, karena sedikitnya waktu berinteraksi. Mudah-mudahan yang sedikit itu menjadi awal bagi si bujang, selayaknya tidak lepas dari ingatan saat orang tua dulu juga memaksa hal yang sama ke saya anak bujang satu-satunya.

Selain itu kebiasaan baru yang dipaksa oleh Covid ini juga menjadikan aturan yang sebenarnya dulu dijalankan secara ekslusif menjadi keharusan inklusif saat ini. Semua yang dulu spesial, Covid 19 menjadikannya jadi “new normal”. Menjadi kebiasaan.

Menutup muka dengan masker, kalau dulu hanya ekslusif bagi saudara-saudara seiman yang memakai niqab, yang jujur sering dijadikan bahan stikmasisasi yang tidak baik, saat ini jadi satu kebiasaan yang wajar. Malah keharusan, kalau tidak pakai masker, aspek hukum mungkin saja berlaku.

Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir yang dulu hanya jadi standar restoran-restoran, mall dan hotel mewah, saat ini Lontong Padang pinggir jalanpun menjadikannya protap. Di paksa hidup bersih.

Dulu menjaga jarak, pandangan dan sentuhan, ekslusif bagi yang benar-benar menjaga diri dari tidak menyentuh selain mahram, saat ini adalah satu keharusan. Karena Covid bisa saja berpindah dari sentuhan dan berdekat-dekatan.

Bagi diri pribadi, jujur saya paling malas mandi sore sepulang kerja, karena sering kedinginan, di kantor dingin, di mobil dingin, sampai dirumah sudah tidak semangat mandi, paling cuci muka dan gosok gigi. 🙂 Tapi sekarang, mandi sesampai dirumah sebelum bercengkrama dengan insan-insan tercinta adalah keharusan. Berat, perlu beberapa waktu sampai akhirnya tubuh menerima jadi the new normal.

Begitulah, seperti yang banyak kita dengar, orang pintar berkata “bumi ini selalu mencari kesetimbangannya, dan yang terjadi hari ini tak lain hanyalah pengulangan sejarah, untuk menyeimbangkan dirinya dan tentu saja juga bagi semua yang berada diatasnya”

Semoga kita dijadikan satu bagian yang selamat dari pandemi ini, dan yang terpenting kita bisa mengambil pelajaran.

Soka 2, 14 Ramadhan 1441H/7 May 2020 (almanak merah Waisak)