Mama dan nak bujang Part-14: lebaran, “anak bujang buk ilih hilang”.

Kelas 4 SD, lebaran tahun 1991 warga kampung geger, anak bujang buk ilih hilang..!!

Itu headline di kancah “ota” mulut kemulut kampung kami hari itu. Berbagai prediksi dan analisa muncul. “Cari dilubuak rukan, mungkin mandi sama kawan-kawan”, “coba tanuang, mana tau dibawa antu aru-aru”, dan berbagai macam hipotesis lainnya dari yang bikin tenang sampai yang bikin senewen mama saya, “biasanya kalau lebih dari 2 jam dibawa penunggu lubuak rukan, dak bisa balik lagi”, prediksi yang membuat mama jadi makin pening.

Apa pasal?, ya, saya hilang, mulai dari siang sampai menjelang magrib, bahkan tidak ikut shalat idul fitri di masjid pagi ini. Mama sadar saya tidak ada pada saat mau mendoa lebaran siang, biasanya tidak pernah absen, karena mendoa lebaran ini bagi kami adalah perbaikan gizi. 🙂

Memang ada kejadian yang tidak biasa dari pagi, sebelum berangkat ke masjid untuk shalat idul fitri. Nenek ribut, goreng ayam ada yang hilang padahal sudah disiapkan untuk mendoa nanti siang. Semua tau memang, saya paling suka dengan goreng ayam tanpa cabe buatan mama.

Semua mata tertuju ke saya pagi itu “abang yang ambil ya?” Tanya mama dengan nada menuduh. Saya yang memang tidak merasa mengambil mengelak “dak ado abang ambiak do ma”, “trus siapa lagi? Kan abang yang paling suka ayam goreng” kejar mama, mata saya mulai berkaca-kaca, ini bawaan sifat saya dari kecil, paling tidak bisa kalau di diskreditkan, bisa dua kemungkinan efeknya, sedih berlelehan air mata atau gemeretak menahan marah, sifat ini tak hilang sampai sekarang, makanya saya sangat menjaga agar jangan sampai berbuat salah. Dan amazingnya sifat ini menurun ke Si Bujang kecil saya. 🙂

“Dak boleh mencuri, kan buat makan sama-sama” lanjut mama yang makin bikin saya tersengal-sengal antara sedih dan marah, apalagi nadanya sudah memastikan saya tersangka tunggal. “Dak abang yang makan do ma..hik..hik..”, pertahanan jebol, sambil menangis. Saya pun lari ke kamar atas, masuk ke kolong bawah tempat tidur, menangis tanpa suara, tersengal-sengal cukup lama, setelah itu saya sudah tidak ingat apa-apa, tertidur.

Karena akan berangkat ke masjid, orang rumah tidak ngeh lagi, mungkin berfikir saya sudah duluan ke masjid, tidak di cek lagi. Sampai siang tidak diperhatikan lagi, karena suasana lebaran, biasanya saya memang akan balik ke rumah setelah siang. Paginya berkeliling ke rumah saudara, Mak Wo baruah, Pak Etek ikua koto, rumah Mak Wo Ateh, makan enak dan mendoa. Itu tradisinya di kampung kami.

Sampai siang saya juga tidak pulang, mama mulai bertanya-tanya, abang kemana. Kebetulan waktu itu ada sodara mama dari pangka pulai yang sedang membantu dirumah dan akhirnya ketahuan bahwa dia yang ambil ayam goreng nenek pagi tadi, nenek marah. Maksud mama mau minta maaf juga karena sudah menuduh saya mencuri ayam goreng.

Sampai magrib belum juga ketemu, semua sudut rumah sudah di cari, tepian-tepian tempat mandi juga sudah di telusuri, teman-teman saya yang biasa main juga sudah ditanya, orang sekampung ikut membantu, nihil.

Air mata mama mulai berlinang, sambil keliling rumah lagi, mama melihat sandal saya yang masih di tempatnya, fikir mama berarti saya tidak pernah keluar ruman, rupanya tidak terfikirkan dari tadi karena panik. Akhirnya mama menelusuri lagi kamar-kamar, tempat tidur, kolong dapur, semua tempat.

Sampai ke kamar atas, ada tiga kamar , mama periksa satu persatu, kolong tempat tidur di cek satu-satu, tapi saya juga belum ditemukan. Makin malam makin cemas, orang kampung juga makin spekulatif. Tenggelam la, kesasar ke hutan la, macam-macam.

Saya terbangun dari tidur panjang, perut perih kelaparan belum makan dari pagi. Menangis itu menguras energi dan menjadi obat tidur paling mujarab. Pas saya duduk kepala saya terantuk papan kasur, “aduh”.. guman saya, kemudian mulai cari jalan keluar.

Mama mendengar kresek-kresek di bawah tempat tidur kamar atas dekat pintu masuk, kamar no satu. Dibawah kolong tempat tidur memang banyak ditarok barang-barang, box buku, simpan selimut, dan macam-macam. Yang didengar mama rupanya saya lagi menggeser barang-barang itu untuk bisa keluar dari kolong tempat tidur.

Mama naik ke atas, memanggil-manggil nama saya, saya jawab dari kolong “iya ma, abang laper..”. Mama terduduk, “serasa plong dan merasa tak masuk diakal” cerita mama suatu waktu mengingat kejadian itu. Rupanya saya tertidur di tumpukan barang-barang di kolong tempat tidur, dan ketiduran lebih dari 12 jam.

Setelah ketemu saya di layani bak raja, goreng ayam sepiring khusus untuk saya. Sejak saat itu, seingat saya, bebas untuk makan apapun yang dimasak mama dikondisi dan situasi apapun tidak ada lagi larangan-langan. 🙂

“Tidak jadi lebaran kita karena abang hilang” sambil tersenyum memandang saya lagi makan dengan semangat. “Iya mama nuduh abang mancilok sih” balas saya. Akhirnya sodara mama yang jadi pelaku pencuria. dan menyebabkan saya hilang dibawa “hantu aru-aru”, dipulangkan mama. “Buat kita yang paling penting adalah kejujuran, sekali orang tak percaya, selama orang tak akan lihat siapa kita” kata mama menutup hari itu dengan bahagia, anak bujang satu-satunya tidak jadi hilang. 🙂

Selamat lebaran…

#Soka2, 1 Syawal 1441 H, 24 May 2020.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s