
Tercenung, dia hampir mengalahkan tinggi mamanya, sudah gadis belia. Waktu benar-benar berlalu, lama kami di Bogor, itulah umur Uni Fathi, 13 tahun sekarang. Memori berlayangan saat melihat dia duduk di titik dimana 10 tahun lalu dia merentak, merajuk, sambil menangis, menghiba, hanya karena tidak jadi berangkat ke Giant Supermarket, tempat dia selalu menghabiskan akhir pekan waktu itu, hujan deras.
Kelas 7, satu SMP, aktif di OSIS, juga di Pramuka tentunya, sudah terlihat arah minat bakat ke ilmu sosial, kepemimpinan dan organisasi. Akademik tidak terlalu menonjol, ditambah sekolah PJJ, sepertinya jadi tantangan sendiri buat dia untuk bisa mengikuti ilmu-ilmu alam.
Satu yang kentara beda sama Yandanya, dia bukanlah gadis desa pelosok Sumatera Barat sana, dimana yandanya berasal. Dia tumbuh dalam alam teknologi dan informasi tidak lagi milik segelintir orang. Generasi tintanium yang tidak bisa lepas dengan “kuota” dan “wi-fi”. Yang idolanya bukan lagi pesohor di TV apalagi bintang majalah, tapi para youtuber, instagramaber, tiktoter dan facebooker diujung jari.
Dia juga menempatkan dirinya bukan seperti anak dalam struktur keluarga masa lalu, yang menempatkan mereka dalam rantai komando, yang kalau ortu bilang A, ya A, tidak boleh ada argumen untuk yang lain tapi terlihat pengen jadi sahabat setara yang menjadikan argumentasi itu penting, hati dan jiwanya akan tersentuh dengan diskusi, bukan dengan perintah. Ini mungkin hasil pendidikan dasarnya yang menanamkan sikap untuk selalu berfikir kritis dan logis, tentu saja dengan level kesopanan tingkat tinggi.
Dia mulai agak terlihat seperti yandanya, yang kadang irit berbicara kalau dirasa itu tak penting, tapi bisa saja hanya tidur yang menghentikan dia bercerita kalau satu topik sesuai dihati, kadang mamanya senewen hanya di jawab “ha”, “iya”, atau kata tanya singkat “apa”. Namun kadang bisa berjam-jam berdua diskusi tentang item-item di “sophee”, kalau ini persis mamanya, tak online tak offline, kalau sudah atas nama belanja, sebentar katanya itu artinya 1 jam minimal 🙂.
Pubertas? Ya tentu saja, mulai terlihat, tapi alhamdulillah, lingkungan sekolah dasarnya sepertinya cukup memberi pemahaman bagaimana remaja masuk usia pubertas, lingkungan yang baik jiga mendukung untuk itu, shahnan itu lingkungan sekolah ataupun rumah. Mamanya yang memang “aktif” kata halus dari “cerewet” mengingatkan bagaimana dia harus menghadapi masa-masa dimana lawan jenis menjadi menarik hati, satu proses pendewasaan yang wajar, yang memang harus dipandu.
Ahkirnya, Uni Fathi, atau dirumah di panggil U Tati, memasuki dunia remaja yang berwarna. Walau yanda dan mama belum bolehkan punya HP sebelum usia 16 tahun, bukan maksud membiarkan uni dalam kungkungan jaman batu, tapi semata-mata untuk menjadi pengasah jiwa bahwa sabar dan disiplin merupakan nilai yang baik dalam hidup, berdasarkan alasan ilmiah dan logis , toh ada fasilitas lain untuk tetap “online”. Selalulah hidup dalam nilai itu, karna agama kita juga menekan sabar dan pengendalian diri adalah level atas dari keimanan.
Bercita-cita dan berprasangka baiklah bahwa Allah akan mengabulkan setiap cita-cita, karena Allah itu menurut prasangka hambanya. Yanda dan mama sudah berikhtiar akan jadi fasilitator uni untuk menggapai apapun yang uni citakan. Diplomat Indonesia yang akan membawa khasnya ke dunia, diplomat muslim yang membela bangsa dan kemanusiaan kelak di PBB sana, itu harapan uni, doa yanda dan mama insya Allah selalu menyertai.
Selamat 13 tahun uni, tumbuhlah sesuai usiamu, semoga Allah selalu merahmati dan memberkahi gadis manis yanda mama..
Soka 2, 31 Maret 2022 #miladUtati.