Mama dan nak bujang Part-40: Sinematografi dan Manga

Si Midun.. (Sampul DVD)

Saya penyuka sinematografi, film, semua genre kecuali horor. kalau diingat pertama kali bersinggungan dengan sinematografi dan akhirnya jatuh cinta, yaitu sejak mama beli TV merek National hitam putih kelas 2 atau 3 SD. Film wajib yang ditonton saat itu adalah G30SPKI, menurut saya sungguh film yang secara sinemanya luar biasa, dan lakon sebagai Bapak Soeharto pada saat bermain perang-perangan dengan teman-teman, identik dengan saya.

Tentu saja film-film Bang Haji Roma Irama, salah satunya Satria bergitar. Film Rani karno, mulai dari dia berumur 10 tahun, Si Rano dan Yatim. Selain film, periode SD tersebut saya juga penyuka drama radio, Brama Kumbara, tak kan lupa dari ingatan. Selain film, serial atau sinetron yang luar biasa pada saat itu dan semua orang pasti menunggu-nunggu adalah Serial Sengsara Membawa nikmat di TVRI tahun 1991, karakter Si Midun saat itu sungguh menginspirasi, salah satu penyebab kesukaan pada silat minang dari serial ini.

Di SMP kesukaan dan kecintaan terhadap dunia sinematografi terus berkembang, cuma kami tidak punya televisi di kontrakan, waktu itu sudah mulai TV berwarna, mama tidak punya kemampuan untuk membeli. Atas alasan ini pulalah saya semakin sering bermain dan bermalan di rumah Dokter Umar Rivai di Selayo, di kamar belakang saya dan Oon, sepupu Hendri, menonton hampir semua koleksi DVD film mandarin yang sangat trend setter saat itu, Andi Lau, Jacky Chan, Co yun Fat, Bo Bo Ho, sekali-kali curi-curi nonton TV5 :).  Serial anak-anak dari jepang seperti Satria baja hitam, Doraemon, Kunfu boy, semua tidak pernah ketinggalan, nyuri-nyuri berdiri diluar rumah tetangga di samping masjid Annur Pandan Solok.

Mulai di SMP juga saya berkenalan dengan bioskop, satu-satunya di Kota Solok sat itu, bioskop Karya di jalan samping terminal pasar raya. Cuma konotasi bioskop pada jaman saya SMP tidak baik, tidak ada film yang cocok dengan anak-anak seumuran saya sebenarnya, label film yang laku hampir semua 18+, tapi herannya yang nonton ada juga yang belum punya KTP, termasuk saya. Saya tidak beli karcis, dapat previlage, kalau baca tulisan saya sebelumnya berteman dengan “pemegang” terminal, sedikit-sedikit memberikan manfaat juga, termasuk nonton bioskop tidak bayar, dibawah umur lagi. Makanya tidak heran, tau Inneke, Ayu Azhari, Sally marcelina dimasa inilah, salah satu efek buruk pergaulan.

Selain film, kesukaan saya pada komik jepang atau biasa di sebut manga, juga tumbuh di kelas dua SMP ini. Inspirator awalnya juga Hendri Umar, saya dapat limpahan komik seri awal-awal dari dia. Sebut saja Doraemon, Kungfu Boy, Dragon Ball, Kenji, Detektif Conan, Kapten Tyubasa sampai komik tentang balap motor, saya lupa judulnya, yang menjadi salah satu inspirasi saya untuk menjadi Insinyur Teknik Mesin.

Komik-komik yag tidak lengkap tersebut membuat candu, akhirnya hampir setiap hari kalau tidak latihan Pramuka saya selalu ke taman bacaan di atas pasar solok yang baru sekarang, sebelum terbakar. Taman bacaan langganan yang udanya sudah tau apa yang saya cari ada di tingkat dua, lorong paling kanan nomor 4. Tenggelam berjam-jam menamatkan serial-serial diatas, satu seri 50 perak, saya selalu sisihkan jatah belanja dari mama untuk baca komik-komik ini, tidak mampu beli tapi kadung candu, ya rental buku.

Ada yang mama tau, seperti saya sering nginap dan nonton di rumah dr. Umar Rivai, mama selalu saya ceritakan. Termasuk baca komik di taman bacaan, mama juga dukung, kadang kalau mama ada terima rezeki diluar gaji, mama juga kasih saya ruang untuk beli komik dan majalah. Cuma tentu saja, yang nonton bioskop mama tidak pernah tau, iya kali saya berani cerita. :).

Kecintaan akan sinematografi yang bermula dari usia dini dan remaja, terus melekat sampai saat ini. Dan menurut saya jaman SMP tersebutlah perfilaman Indonesia mulai dijajah oleh film impor dari  Hongkong dan Mandarin, sehingga yang tersisa di bioskop hanya yang label 18+ dan “bombastis”. Selain film, serial televisi juga banyak yang bagus, Sengsara membawa ni’mat, termasuk salah satunya, Si Doel anak betawi, semua juga tau bertahun-tahun beratus episode.

Konteks hari ini, Net TV yang beberapa tahun lalu hadir, sebelum yang punya jadi menteri, juga memberikan asa yang baik terhadap sinematografi serial televisi, mulai dari serial Commando, cerita pasukan baret merah yang menurut saya kualitasnya bintang 5, baik sari sisi cerita, karakter dan sinematografinya sendiri, sejajar dengan drakor-drakor yang bikin candu itu.  Serial The East, cerita tetang “kurenah” dunia pertelevisian, juga bikin segar persinetronan Indonesia. Dan yang saya ketinggalan, serial ini tayangnya tahun 2018, mungkin setelah OK-JEK, yaitu sitkom Mimpi Metropolitan. Serial yang ceritanya sangat lekat dengan sebagian besar para perantau ibu kota, termasuk saya tentunya. Cerita Trio Bambang Sudarmo, Penggalan Reformasi  dan Prima Irama serta gejolak hati mereka dengan Melani Agustin dan Pipin Komariah Husnawati, sangat apik dari sisi cerita dan akting para pemainnya.

Kata orang, melihat suatu negara atau imperium yang maju, lihatlah dari kebudayaannya, termasuk seni yang didalamnya ada sinematografi, seni bisa menyentuh sisi lembut dari manusia yang bisa digunakan untuk merubah karakter bahkan pola fikir, baik untuk kebaikan maupun kejahatan.

Soka 2, 18 Sep 2022 #pusingRQ2 #sinematografi #BambangMelani

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s