Remote fatherhood

Remote Fatherhood.

Hari ini, minggu, 6 Nov, Forum Orang tua Siswa (FOS) sekolah Kreativa mulai dari TK sampai SMP menyelenggarakan satu kegiatan dalam koordinasi Sekolaborasi, workhsop “Rahasia Sukses Ayah Meski Jarang Dirumah”, dengam pemateri Ust. Drs. Andriano Rusfi, seorang praktisi dunia pendidikan khususnya parenting, kelahiran Bukittinggi, yang saat ini tinggal di Malang. Alhamdulillah, ditengah proses root cause analysis vibrasi pompa yang tidak selesai dari tiga minggu lalu, berkesempatan untuk ikut. Beliau memberi judul materi “Remote Fatherhood, menjadi ayah dari kejauhan”.

Dalam materinya Ust. Aad panggilan akrab beliau, menyampaikan poin-poin penting bagaimana ayah yang jarang dirumah tetap bertanggung jawab terhadap pendidikan anak dan buah hati, waktu yang banyak diluar rumah bukanlah alasan untuk tidak ikut dalam pendidikan anak yang kesempatannya hanya sekali dalam rentang usia anak-anak kita.

Nabi Ibrahim diabadikan dalam Alquran seorang nabi yang berhasil mendidik anaknya berdampingan dengan keluarga Lukman, seorang pendidik yang baik, walaupun beliau jarang dirumah, dalam satu riwayat Nabiullah Ibrahim, pernah keluar rumah selama 15 tahun. Apa syarat menjadi ayah jarak jauh yang dibenarkan menurut Islam? Alasannya harus sesuai dengan syariah. Kalau suami dan istri melakukan Long Distance Relationship (LDR) karena ego karir, misalnya istri bekerja disatu daerah sementara suami didaerah yang lain, yang seharusnya jika salah satu pindah masih memungkinkan, itu bukanlah syarat yang dibenarkan syariah. Karena prinsip dasar dalam islam adalah “tempatkan keluargamu dimana kamu bertempat tinggal”.

Tetapi jika lokasi kerja ayah memang tidak mungkin untuk membawa keluarga, misalnya, di rig lepas pantai, tambang batu bara dalam hutan atau berlayar di samudera jadi nahkoda kapal, dinas luar berkeliling satu daerah ke daerah lain dan yang sejenis bisa dibenarkan sebagai alasan LDR yang syar’i. Walaupun efektifitas pendidikan anak secara lansung, bertatap muka tetap lebih kuat hubungan ruhiyahnya, dari pada komunikasi jarak jauh. Tetapi berjauhan dengan alasan yang dibenarkan alasan syar’i, Allah yang akan bantu, insya Allah.

Fungsi ayah dalam pendidikan adalah fungsi startegis bukan operatif atau implementasi harian. Ayah memberikan kompas dan haluan arah pendidikan anak, bunda yang menjalankan, sehingga saat keluar rimah, kita sudah meninggalkan buku putih yang menjadi pedoman. Ayah yang menentukan jati diri keluarga. Pada aktualnya ayah bisa membuat strategic planning, code of conduct, arah jalan untuk perusahaan tempat dianya bekerja, tapi terlupa atau dilupakan untuk keluarga. Ayah seharusnya membuat rencana strategis agar keluarga mempunyai jati diri yang kuat, sehingga bisa jadi dinasti sampai anak cucu dan keturunannya. Peran ayah lebih ke kualitas pendidikan anak bukan hanya kuantitas.

Ayah menjadi penanggung jawab, seperti di sekolah, guru adalah bunda tapi kepala sekolah tetap ayah. Misalnya, walau bunda mampu beli batu kali, batu bata, besi, semen, tetapi tidak ada arsitek yang mengarahkan pembangunan, rumah akan jadi toko bangunan, bahan bangunan bercecer dimana-mana, arsitek itu ayah. Ayah pembuat kurikulum, bunda yang menjalankan, ayah buat resep, bunda yang masak, construct dari ayah, tapi kontent dari bunda. Begitu seharusnya.

Peran ayah juga sebagai pendidik dan konsultan bagi bunda, sebagai mitra untuk mengambil kesimpulan, bunda itu multi tasking tapi ayah multi responsible. Ayah itu seperti penonton di stadion, melihat dari segala sisi, bahkan kadang penonton lebih baik dari pemain dalam melihat permainan secara keseluruhan.

Ayah juga harus berperan dalam pengambilan keputusan, fungsi ayah yang harus lansung, tidak bisa diwakilkan adalah fungsi mendidik iman, pendidikan iman inintidak bisa di paksa, bunda tidak cocok karna cerewet lama-lama kalau soal iman anak dicereweti akan bisa bosan dan berbalik arah, bagusnya pelan-pelan, sabar, disanalah fungsi ayah. Tapi, pendidikan akhlak bagusnya memang bunda, karna akhlak itu harus selalubm diingatkan, cocok dengan karakter bunda. Pendidikan iman harus ayah, karna non kompromi, indoktrinatif, kalau bunda lebih ke persuasif. Iman heroik, makanya harus ayah. Saat ini pendidikan iman jadi anak tiri, karena ayah tidak hadir.

Ayah juga harus berperan dalam pendidikan ego dan individualitas. Kemampuan meng-aku, mempertahan pendapat, berani menagakkan kebenaran walau sendiri, ayah harus terlibat, jika ada ayah anak akan merasa aman untuk memperjuangkan egonya, karena ayahlah yang punya ego dan individualitas lebih tinggi dari bunda, kalau bunda sifatnya lebih pada sosialitas, kerja sama bahkan bisa merendahkan ego anak. Ego yang tidak terdidik pada anak, akan menyebabkan anak jadi lemah jatidirinya, mudah di pengaruhi. Contoh, anak-anak usia dibawah 7 tahun, kalau dia mempertahankan mainan miliknya, biarkan saja itulah fitrahnya.

Setelah peran, apa modal ayah untuk tetap menjadi pendidik yang berwibawa, walau jauh dari rumah. Pertama adalah nafkah, isi dompet. Alquran mengajarkan bahwa yang diberi ke keluarga adalah sebagian harta, bukan semuanya, sebagian tetap harus di ayaj. Harta ini bisa menjadi modal untuk mendidik anak, misalnya uang belanja anak tetap di ayah, agar pada saat anak meminta belanja tetap diayah, anak meminta uang belanja adalah momen terbaik dalam mendidik anak, anak akan dalam posisi siap menerima segala nasehat. Kekuatan ayah adalah nafkah, ayah menyerahkan semua isi dompet ke bunda, itu akan melemahkan kekuatan pendidikan ayah. (Benar juga ya 🙂). Modal nafkah ini juga bisa untuk mengaplikasikan konseksual leaerning bahwa manusia berhak menerima akibat perbuatannya, bukan reward dan punishman. Dalam Al Quran juga dijelaskan bahwa laki laki itu menjadi pemimpin juga karena dia telah menyerahkan sebagian dari harta untuk keluarganya.

Kemudian modal ego, yang berpengaruh pada wibawa ayah. Kekuatan pendidikan ayah ada dengan tiga hal, dicintai, dihormati dan ditakuti, semuanya itu adalah wibawa. Komposisi ketiga itu 60% ,30% dan 10%. Ayah sekali-kali boleh mebelalak, marah. Semua itu adalah ego. Ego punya laki-laki. Ayah lebih tidak sabar, lebih terburu-buru bahkan pelit. Semua yang ada pada ayah itu adalah kapasitas manusia, dalam Al Quran juga dijelaskan semua kapasitas itu untuk kemuliaan manusia. Terburu-buru misalnya, bisa melahirkan efektifitas.

Selanjutnya modal wibawa dan kepemimpinan. Wibawa yang lahir dari integritas, kejujuran dan kekonsekwenan. Wibawa itu memungkinkan terjadi kehadiran implikatif, orangnya tidak ada tapi pengaruhnya hadir. Merawat wibawa dalam mendidik anak tanpa menghilangkan keceriaan, keharmonisan, dipupuk dengan menjaga konsistensi, sekali tidak akan tidak, tetap toleran tapi tidak mudah ditawar untuk sesuatu yang prinsip. Parenting itu harus sesuai dengan fitrah, termasuk fitrah adalah berhak untuk dihormati. Dengan bunda menghormati ayah akan membangkitkan rasa hormat anak-anak.

Selanjutnya adalah modal kekuatan bakat, karakter yang diturunkan dan di wariskan. Anak adalah anak ayah, nasapnya adalah ayah. Dalam Al Quran surat Thalag ayat 2, menjelaskan bahwa istri berhak meminta upah menyusukan anaknya ayah, karena anak itu memang anak ayahnya. Karakter inti dasar anak turun dari ayahnya, tapi karakter unik anak turun dari bunda. Ayah lebih mudah mendidik anak dari bunda, karna dia melihat anak seperti melihat dirinya sendiri. Itulah kenapa dinasti ada, anak singa ya singa tidak akan jadi anak bebek, karena itulah ayah merasa paling mengenal anaknya. Ayah sudah punya fantasi awal tentang anaknya, yaitu dirinya sendiri karena itu lebih memudahkan mengerti anak.

Selanjutnya modal hati, tinggalkan separo hati dirumah, agar tetap ada akses kerumah. Nabi Ibrahim adalah pendidik terbaik, sering diluar rumah, tapi hatinya selalu dirumah. Beliau dapat hadiah dari Allah, lansung meminta keluarga dan keturunannya juga di berikan, dan Allah kabulkan. Ayah yang diluar rumah, lihat anak orang lansung ingat anak, ingat rumah, itulah aplikasi modal hati. Dalam satu riwayat, pasukan Umar bin khattab, suatu waktu berperang dg persia di Irak utara, terdesak ke sebuah bukit, beliau berteriak-teriak sendiri di Madinah, “naik ke bukit, naik ke bukit”, pasukannya mendengar kan akhirnya terhindar dari kekalahan, komando dari hati. Kita para ayah juga bisa, tinggalkan hati separo dirumah, akan ada hubungan hati dengan anak walaupun jauh dari rumah.

Jangan lupakan kekuatan doa, doa diperjalanan itu mustajab, ayah yang keluar rumah adalah para musafir. Doa “Rabbi habli minassolihin”, itu adalah doa Nabi Ibrahim, jarang pulang tapi rajin berdoa. Ingatlah, walaupun kita tidak bisa selalu hadir disamping anak-anak, ada yang selalu hadir dengan anak kita, yaitu Tuhannya. Musafir setelah 5 km dari rumah. Berdoalah , “kalau ada yang salah dalam pendidikan anak-anak ku tolong luruskan, kalau ada yg kurang tolong tambahkan dan kalau ada yang berlebihan tolong dikurangi”. Juga doa musafir yang sering kita ucapkan “Ya Allah jadikan lah engkau teman dekat dalam perjalanan dan menjadi pelindung keluarga yang ditinggalkan”.

Selanjutnya gunakan media komunikasi yang semakin canggih saat ini, manfaatkan.

Pendidikan itu asah, asih, asuh, saat ini asah tidak ada lagi, karena ayah tidak hadir. Anak 7-12 tahun perlakukan dia sebagai si raja tega, itu ayah yang bisa. Kalau tidak ayah, teman-temannyalah yang akan menempanya, sehingga lahirlah bulliying. Tingkat TK itu pendidikan individual, diatas 7 tahun baru bisa pendidikan kerja sama. Dibawah 7 tahun jangan diajar berbagi dulu, fokus pada haknya dulu, baru diatas 7 tahun fokus pada kewajibannya. Karena dalam Islam dulukan hak, hak nama Allah, hak itu kebenaran, hak juga kewajiban. Allah penuhi dulu hak-hak Adam baru dituntut kewajiban tidak mendekati pohon ini.

Menjadi teladan bagi anak, baru akan bekerja dengan baik jika ayah jadi manusia biasa, menghadapi anak sekarang jangan benturkan knowledge dengan experience, pengalaman punya nilai sukjektif, disanalah fungsi ayah, knowledge di counter dengan pengalaman dan wisdom. Wisdom itulah wibawa. Kecerdasan tidak menghasilkan nobel, kebijaksanaanlah yang mampu meraih itu. Godlen periode pada manusia adalah 1/3 usia, 40 tahun ke atas. Saat ini jaringan telekomunikasi sudah 5G sedangkan otak manusia hanya 3G, kadang otak kewalahan dengan informasi yang masuk, apa yang bisa mengalahkan itu, adalah hati, lebih cepat dari apapun. Laki-laki itu 75% maskulin sedangkan 25% feminim, 25% itu adalah kekuatan hati. Menurut penelitian, puncak kecerdasan manusia pada umur 25 tahun, setelah itu menurun, tetapi kebijaksanaan, kedewasaan, wisdom naik, sehingga seimbang di usia 40. Makanya pendidikan yang cocoo dalam usia 0-15 adalah caracter building, 15-40 capacity building, baru di 40 keatas summit reaching.

Acara ditutup dengan doa agar Allah memberikan kekuatan untuk para ayah, walaupun jarang dirumah, tetap bertanggung jawab terhadap pendidikan anak. 

SD Kreativa, Bogor,  6 November 2022 #parenting #hariAyah

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s